DWARAPALA : Sadar Ataukah Hilang? Melacak Jejak Spiritualitas IAIN Tulungagung.

 



PROLOG

Narasi tentang kampus merupakan hal yang kerap kali kita jumpai. Dari eksistensi maupun berbagai macam informasi yang menarik didalamnya. Namun, tak hanya itu saja. Dibalik eksistensi kampus juga terkandung makna yang mendalam didalamnya. Seperti, IAIN Tulungagung yang mengklaim dirinya sebagai kampus "Dakwah dan Peradaban". Sebagaimana hal tersebut terjadi. Tentu hal ini tidak lepas dari esensi dan rangkaian simbol yang dimanifestasikan kampus tersebut. Apakah hal itu adalah gimix semata ataukah hal ini benar-benar menjadi tanda yang mempengaruhi makna yang terkandung didalamnya?

Pemantik 1: Cak Nawawi (M. Lutfi Nawawi)
Pemantik 2: Cak Toriq (M. Thoriq Miftahudin)

            Keberadaan kampus adalah lembaga pengembangan ilmu pengetahuan akademik bagi para mahasiswa dalam mencari ilmu. Tentu, hal itu tidak lepas dari fasilitas dan berbagai macam instrumen simbolis yang mengirinya.

Kampus UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung misalnya, yang mengemas kampus sebagai salah satu silmbol dari nilai spiritualitas yang tinggi. Hal itu secara implisit tergambarkan dalam beberapa bangunan di kampus. Mulai dari pintu masuk sampai ke dalam kampus pun setiap orang atau mahasiswa. Mereka tidak sadar atau bahkan belum mengetahui bahwa simbol dengan nilai Islam yang dipadukan dengan Jawa sangat kental melekat pada bangunan kampus.

Dalam beberapa waktu lalu, DWARAPALA, salah satu komunitas diskusi dibawah naungan Pramuka mengadakan pembahasan tentang “Melacak Jejak spiritualitas kampus IAIN Tulungagung” (yang sudah beralih menjadi UIN SATU).

            Pemantik 1 melihat dialektika ini dari kacamata hermeniutik dan semiotik. Hermeniutik adalah ilmu yang mempelajari tentang tafsir atau penafsiran. Sedangkan, semiotik adalah ilmu yang mengkaji tentang simbol atau tanda. Tentunya dialektika ini berkenaan dengan kampus IAIN Tulungagung. Apa sebenarnya yang ada di IAIN Tulungagung dan sejarah apa yang ada di dalamnya? tentu akan diulas lebih lanjut dalam dialektika ini.

            Nama IAIN Tulungagung dulunya berubah-ubah sebelum menjadi IAIN. Mulai dari SP sampai pada IAIN mempunyai sejarah panjang yang harus dilalui. Dulu pada saat masih SP, pertama kali dipimpin oleh Beliau KH. Arif Mustaqim. Kemudian, akhirnya sekarang digunakan untuk salah satu nama gedung IAIN Tulungagung. Berbicara tentang gedung, bukan hanya itu saja melainkan ada salah satu gedung yang diberi nama KH. Saifudin Zuhri.

            Mengapa memakai dua nama tersebut? dimulai dari yang pertama Beliau KH. Arif Mustaqim. Selain beliau adalah pemimpin pertama, beliau adalah menteri agama pertama pada saat pemerintahan Bapak Ir. Soekarno. Itulah sebabnya mengapa sekarang nama beliau digunakan sebagai nama salah satu gedung IAIN Tulungagung. Selanjutnya, nama gedung Saifudin Zuhri diambil dari nama Warek II IAIN Tulungagung. Pasalanya, beliau adalah orang yang sangat berjasa dengan mewakafkan sebagian tanah miliknya untuk kampus ini. Maka, kesadaran dalam mencintai kampus perlu adanya pe;acakan nilai spiritulitas historisnya.

            Berangkat dari hermeniutik dan semiotik. Tanpa kita sadari bahwa terdapat simbol yang di depan kampus IAIN Tulungagung. Simbol apakah itu? Sesuai dengan sambutan yang diutarakan oleh Bapak Rektor IAIN Tulungagung dalam webinar terkait moderasi beragama, secara tidak langsung kita disambut oleh simbol di depan gerbang. Simbol tersebut bernama “Gerbang Asmaul Husna”.

            Jika ditilik dari kedua bidang keilmuan dimuka dapat diuraikan bahwasanya mengapa simbol tersebut menggunakan gading bukan yang lain? Gading tersebut melambangkan seperti manusia yang mempunyai dua sisi. Sisi itu mengandung unsur habluminannas agar sampai kepada hablumminallah. Proses menuju dari kedua unsur itulah yang kemudian menjadi tujuan utama spiritualitas IAIN Tulungagung.

            Kemudian apa hal yang paling berkesan dalam simbol IAIN Tulungagung? Pertama, simbol IAIN Tulungagung mempunyai keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan kampus atau perguruan tinggi lain sehingga banyak orang yang merasa aneh jika melihat simbol tersebut. Mengapa demikian? Karena dalam simbol IAIN Tulungagung terdapat singkretis antara jawa dan Islam. Kedua, ketika dilihat dari kanan simbol IAIN Tulungagung dapat dibaca seperti lafal “Allah”. Ketiga, ketika dilihat dari kiri simbol IAIN Tulungagung dapat dibaca seperti Aksara Jawa Kuno. Aksara Jawa Kuno tersebut berasal dari Aksara Jawa “Ngo”. Kenapa Ngo? Ngo tersebur berarti terlepasnya segala sesuatu “Mengo” yang berarti “Terbuka” dalam Bahasa Indonesia. Dalam artian kampus IAIN Tulungagung terbuka untuk siapapun. Keempat, ketika dilihat dari depan simbol IAIN Tulungagung dapat dibaca M yang berarti “Maftuh” atau Terbuka. Kelima, terdapat tiga lingkaran berwarna hitam, kuning keemasan, dan hijau yang masing-masing secara berurutan mempunyai arti iman, Islam, dan ikhsan. Iman diibarkan sebagai pondasi atau tepat berada ditengah (keabadian), kemudian setelah mempunyai pondasi haruslah mempunyai Islam yang dibaratkan sebagai kejayaan, dan terkahir sampai pada ikhsan yang diartikan dapat berhubungan dengan baik. Jadi, dari ketida warna tersebut mempunyai arti yang saling berkesinambungan sehingga “lebih dapat bisa menerima sesama manusia dan dapat lebih mudah berhubungan dengan Allah”. Ini kembali berkaitan dengan tujuan spiritualitas kampus IAIN Tulungagung.

            Selain simbol/logo IAIN Tulungagung, terdapat pula simbol yang lain. Jika kita menaiki gedung KH. Arif Mustaqiem lantai 5 dan menghadap kearah gerbang. Kita akan melihat kolam yang berbentuk salah satu tokoh pewayangan “Semar”. Simbol tersebut menggambarkan pluralisme dan juga penggambaran dari sosok Semar itu sendiri yaitu perempuan dan laki-laki itu sama dan dapat menempatkan diri dimanapun dan kapanpun berada.

            Bergeser ke Pemantik 2 yang dimana lebih berfokus pada spiritualitas dan literasi. Berbicara tentang sanad keilmuan, seberapa pentingkah sanad keilmuan? Tentunya sanad keilmuan sangat penting, sanad yang harus di pegang adalah Nahdliyin atau Ahlusunnah Waljamaah. Kemudian ini berkaitan dengan dengan seberapa penting mengetahui penderi dan sejarah dari kampus IAIN Tulungagung. Tentunya penting sekali untuk mengetahui sejarah maupun pendiri dari kampus IAIN Tulungagung terutama sebagai bekal dan juga berusaha untuk mengikuti jejak atau meneladani dari setiap sosok pendiri kampus IAIN Tulungagung.

            Berkaitan dengan iman, Islam, dan ikhsan. Pemantik 2 menjelaskan adanya hubungan spiritualistas dari ketiganya sehingga dapatnya mudah untuk berhubungan langsung dengan Allah. Hal itu dapat dilakukan dengan mengucapkan secara berulang-ulang setiap saat terutama pada saat sendirian, yaitu dengan bacaan Allahumma’i (Allah bersama Ku), Allahumma nadirunalaiya (Allah sedang mengawasi Ku), Allahusyahidi (Allah mempersaksikan Ku). Bacaan tersebut diperoleh pemantik 2 pada saat sowan ke salah satu kyai pondok pesantren tempat pemantik 2.

            Dalam bidang literasi, pemantik 2 mendirikan sebuah komunitas yang bernama Ashabul Kohwah. Komunitas tersebut digagas oleh pemantik 2 yang berawal dari perbincangan di suatu tempat dan melakukan ziarah pertama kali ke makam Pangeran Benowo yang kemudian menjadi rutin melakukan sebuah diskusi. Pemantik 2 mengatakan literasi dapat menjadi salah satu jalan berdakwah. Ini sejalan dengan motto kampus IAIN Tulungagung yaitu “Kampus Dakwah dan Peradaban”. Dakwah sendiri berarti mengajak sedangkan peradaban berangkat dari kata dasar adab. Adab dan akhlak menurut pemantik 2 mempunyai kesamaan, dimana adab merupakan tingkah laku dan adab berada dalam akhlak yang menjadi kebiasaan. Jadi, peradaban dapat diartikan sebagai proses dalam kebiasaan. Tentunya dengan berusaha terus berdakwah dapat membuat kesinambungan hingga sesuai dengan tujuan dari kampus IAIN Tulungagung.

(Penulis : Ariadi Yuri Setiawan)

CLOSING STATEMENT

Jadilah seperti Hanoman yang memiliki rasa keingintahuan yang besar terhadap semua hal, sama halnya dengan diskusi ini sebagai wadah untuk mencari tahu rasa keingintahuan tersebut.

Sebagai seorang pramuka, harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman agar tidak tergerus oleh zaman itu sendiri.


PENUTUP

Diskusi malam meniti sepi

Mengahadapi sebuah jati diri

Kita bersenda tentang kisah

Kisah sadar ataukah pudar

...

Sang kampus peradaban

Apakah kita menjadi beban

Dengan tidak mengharapkan

kisah-kisah yang perlahan, mulai terlupakan.

 ...

Dengan dialektika ini

Menjadi saksi bukti

Bahwa kita berdedikasi

Menelaah bukti-bukti

 ...

IAIN Tulungagung

Kampus Dakwah dan Peradaban



(DWARAPALA : Diskusi Wawasan Pramuka Pandega Lingkar Pena)




Komentar